Jumat, 13 Juli 2012
canaLogi
ini foto anggota kelompok tekkomku loh..asik,seru,nyesekkk,,pokoknya semua jadi satu..pengalaman bikin film yang gak bakalan bisa dilupakan.Buat temen-temen Dual Tech semangat terus :)
Kamis, 12 Juli 2012
Senin, 25 Juni 2012
TUGAS MAKALAH TEKKOM
MAKALAH
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD)
Disusun Untuk
memenuhi Tugas Teknik Komunikasi
Oleh:
Vera Aprianti
Nimas P.H
21040111060070
PROGRAM STUDI
DIPLOMA III
PERENCANAAN
WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Anak adalah titipan tuhan
yang harus kita jaga dan kita didik agar ia menjadi manusia yang berguna dan
tidak menyusahkan siapa saja. Secara umum anak mempunyai hak dan kesempatan
untuk berkembang sesuai potensinya terutama dalam bidang pendidikan. Setiap
anak dilahirkan bersamaan dengan potensi-potensi yang dimilikinya. Tak ada satu
pun yang luput dari Pengawasan dan Kepedulian-Nya. merupakan tugas orang tua
dan guru untuk dapat menemukan potensi tersebut. Syaratnya adalah penerimaan
yang utuh terhadap keadaan anak.
Dalam bidang pendidikan
seorang anak dari lahir memerlukan pelayanan yang tepat dalam pemenuhan
kebutuhan pendidikan disertai dengan Pemahaman mengenai karakteristik anak sesuai
pertumbuhan dan perkembangannya akan sangat membantu dalam menyesuaikan proses
belajar bagi anak dengan usia, kebutuhan, dan kondisi masing-masing, baik
secara intelektual, emosional dan sosial.
Masa usia dini merupakan periode emas (golden
age) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini
adalah tahun-tahun berharga bagi seorang anak untuk mengenali berbagai macam
fakta di lingkungannya sebagai stimulans terhadap perkembangan kepribadian maupun
sosialnya. Untuk itu pendidikan untuk usia dini dalam bentuk pemberian
rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari lingkungan terdekat sangat diperlukan
untuk mengoptimalkan kemampuan anak.
1.2. Tujuan pembuatan makalah
Adapun tujuan penulisan Makalah ini adalah
sebagai berikut :
- Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teknik Komunikasi
- Melatih mahasiswa untuk dapat mengembangkan keterampilan yang dimilikinya.
- Memberikan informasi kepada masyarakat tentang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana
belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan
juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian
pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan
adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.
Pendidikan
anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan
bagi anak
sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pendidikan anak usia dini mulai lahir sampai baligh (kalau perempuan ditandai
menstruasi sedangkan laki-laki sudah mimpi sampai mengeluarkan air mani) adalah
tanggung jawab sepenuhnya orang tua.
Menurut Undang-undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 1 butir 14, pendidikan
anak usia dini didefinisikan sebagai suatu upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih
lanjut.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu
bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke
arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar),
kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual),
sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai
dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan
anak usia dini yaitu:
- Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa.
- Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
Hal-hal yang harus dipahami
dalam Karakteristik Anak Usia Dini adalah sebagai berikut:
- Mengetahui hal-hal yang dibutuhkan oleh anak, yang bermanfaat bagi perkembangan hidupnya.
- Mengetahui tugas-tugas perkembangan anak, sehingga dapat memberikan stimulasi kepada anak, agar dapat melaksanakan tugas perkembangan dengan baik.
- Mengetahui bagaimana membimbing proses belajar anak pada saat yang tepat sesuai dengan kebutuhannya.
- Menaruh harapan dan tuntutan terhadap anak secara realistis.
- Mampu mengembangkan potensi anak secara optimal sesuai dengan keadaan dan kemampuannya fisik dan psikologis ( hall & lindzey, 1993).
Adapun pentingnya pelayanan Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD) adalah sebagai berikut:
- PAUD sebagai titik sentral strategi pembangunan sumber daya manusia dan sangat fundamental.
- PAUD memegang peranan penting dan menentukan bagi sejarah perkembangan anak selanjutnya, sebab merupakan fondasi dasar bagi kepribadian anak.
- Anak yang mendapatkan pembinaan sejak dini akan dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan fisik maupun mental yang akan berdampak pada peningkatan prestasi belajar, etos kerja, produktivitas, pada akhirnya anak akan mampu lebih mandiri dan mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
- Merupakan Masa Golden Age (Usia Keemasan). Dari perkembangan otak manusia, maka tahap perkembangan otak pada anak usia dini menempati posisi yang paling vital yakni mencapai 80% perkembangan otak.
- Cerminan diri untuk melihat keberhasilan anak dimasa mendatang. Anak yang mendapatkan layanan baik semenjak usia 0-6 tahun memiliki harapan lebih besar untuk meraih keberhasilan di masa mendatang. Sebaliknya anak yang tidak mendapatkan pelayanan pendidikan yang memadai membutuhkan perjuangan yang cukup berat untuk mengembangkan hidup selanjutnya.
2.2 Perkembangan Anak
Ditinjau dari psikologi perkembangan, usia 6-8
tahun memang masih berada dalam rentang usia 0-8 tahun. Itu berarti pendidikan
yang diberikan dalam keluarga maupun di lembaga pendidikan formal haruslah
kental dengan nuansa pendidikan anak usia dini, yakni dengan mengutamakan
konsep belajar melalui bermain. Perkembangan anak sebagai perubahan psikologis
menurut Kartini Kartono ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar
dalam fase tertentu.
Nana Syaodah Sukmadinata mengemukakan ada tiga
pendekatan perkembangan individu, yaitu Pendekatan Pentahapan, diferensial dan
isaptif. Khususnya pada pendekatan isaptif pada perkembangan anak mencakup
perkembangan psikososial, perkembangan motorik, perkembangan kognitif,
perkembangan sosial, perkembangan bahasa, perkembangan moral dan perkembangan
emosional.
Tahapan perkembangan psikososial anak menurut
Erik Erikson dalam Malcolm Knowles adalah sebagai berikut:
- Tahap kepercayaan dan ketidak percayaan (trust versus misstrust), yaitu tahap psikososial yang terjadi selama tahun pertama kehidupan. Pada tahap ini,bayi mengalami konflik anatara percaya dan tidak percaya. Rasa percaya menuntut perasaan nyaman secara fisik dan sejumlah kecil ketakutan serta kekhawatiran akan masa depan.
- Tahap otonomi dengan rasa malu dan ragu (autonomi versus shame and doubt), yaitu tahap kedua perkembangan psikososial yang berlangsung pada akhir masa bayi dan masa baru pandai berjalan. Setelah memperoleh kepercayaan dari pengasuh mereka, bayi mulai menemukan bahwa perilaku mereka adalah milik mereka sendiri. Mereka mulai menyatakan rasa mandiri atau atonomi mereka dan menyadari kemauan mereka. Jika orangtua cenderung menuntut terlalu banyak atau terlalu membatasi anak untuk menyelidiki lingkungannya, maka anak akan mengalami rasa malu dan ragu-ragu.
- Tahap prakarsa dan rasa bersalah (initiatif versus guilt), yaitu tahap perkembangan psikososial ketiga yang berlangsung selama tahun pra sekolah. Pada tahap ini anak terlihat sangat aktif, suka berlari, berkelahi, memanjat-manjat, dan suka menantang lingkungannya. Dengan menggunakan bahasa, fantasi dan permainan khayalan, dia memperoleh perasaan harga diri. Bila orangtua berusaha memahami, menjawab pertanyaan anak, dan menerima keaktifan anak dalam bermain, maka anak akan belajar untuk mendekati apa yang diinginkan, dan perasaan inisiatif semakin kuat. Sebaliknya, bila orangtua kurang memahami, kurang sabar, suka memberi hukuman dan menganggap bahwa pengajuan pertanyaan, bermain dan kegiatan yang dilakukan anak tidak bermanfaat maka anak akan merasa bersalah dan menjadi enggan untuk mengambil inisiatif mendekati apa yang diinginkannya.
- Tahap kerajinan dan rasa rendah diri (industry versus inferiority),yaitu perkembangan yang berada langsung kira-kira tahun sekolah dasar. Pada tahap ini, anak mulai memasuki dunia yang baru, yaitu sekolah dengan segala aturan dan tujuan. Anak mulai mengarahkan energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual.perasaan anak akan timbul rendah diri apabila tidak bisa menguasai keterampilan yang diberikan disekolah.
- Tahap identitas dan kekacauan identitas (identity versus identity confusion), yaitu perkembangan yang berlangsung selama tahun-tahun masa remaja. Pada tahap ini, anak dihadapkan pada pencarian jati diri. Ia mulai merasakan suatu perasaan tentang identitasnya sendiri, perasaan bahwa ia adalah individu unik yang siap memasuki suatu peran yang berarti ditengah masyarakat baik peran yang bersifat menyesuaikan diri maupun memperbaharui. Apabila anak mengalami krisis dari masa anak kemasa remaja maka akan menimbulkan kekacauan identitas yang mengakibatkan perasaan anak yang hampa dan bimbang.
- Tahap keintiman dan isolasi (intimacy versus isolation), yaitu perkembangan yang dialami pada masa dewasa. Pada masa ini adalah membentuk relasi intim dengan oranglain. Menurut erikson, keintiman tersebut biasanya menuntut perkembangan seksual yang mengarah pada hubungan seksual dengan lawan jenis yang dicintai. Bahaya dari tidak tercapainya selama tahap ini adalah isolasi, yakni kecenderungan menghindari berhubungan secara intim dengan oranglain kecuali dalam lingkup yang amat terbatas.
- Tahap generativitas dan stagnasi (generativity versus stagnation), yaitu perkembangan yang dialami selama pertengahan masa dewasa. Ciri utama tahap generativitas adalah perhatian terhadap apa yang dihasilkan (keturunan, produk, ide-ide, dan sebagainya) serta pembentukan dan penetapan garis-garis pedoman untuk generasi mendatang. Apabila generativitas tidak diungkapkan dan lemah maka kepribadian akan mundul mengalami pemiskinan dan stagnasi.
- Tahap integritas dan keputusasaan (integrity versus despair), yaitu perkembangan selama akhir masa dewasa. Integritas terjadi ketika seorang pada tahun-tahun terakhir kehidupannya menoleh kebelakang dan mengevaluasi apa yang telah dilakukan dalam hidupnya selama ini, menerima dan menyesuaikan diri dengan keberhasilan dan kegagalan yang dialaminya, merasa aman dan tentram, serta menikmati hidup sebagai yang berharga dan layak. Akan tetapi, bagi orangtua yang dihantui perasaan bahwa hidupnya selama ini sama sekali tidak mempunyai makna ataupun memberikan kepuasan pada dirinya maka ia akan merasa putus asa.
Perkembangan Kognitif Anak Menurut PIAGET
tahapan perkembangan ini dibagi dalam 4 tahap yaitu sebagai berikut:
1.
Sensori Motor (usia 0-2 tahun)
Dalam tahap ini perkembangan panca indra sangat
berpengaruh dalam diri anak.
Keinginan terbesarnya adalah keinginan untuk menyentuh/memegang, karena didorong oleh keinginan untuk mengetahui reaksi dari perbuatannya. Dalam usia ini mereka belum mengerti akan motivasi dan senjata terbesarnya adalah 'menangis'. Menyampaikan cerita/berita Injil pada anak usia ini tidak dapat hanya sekedar dengan menggunakan gambar sebagai alat peraga, melainkan harus dengan sesuatu yang bergerak (panggung boneka akan sangat membantu).
Keinginan terbesarnya adalah keinginan untuk menyentuh/memegang, karena didorong oleh keinginan untuk mengetahui reaksi dari perbuatannya. Dalam usia ini mereka belum mengerti akan motivasi dan senjata terbesarnya adalah 'menangis'. Menyampaikan cerita/berita Injil pada anak usia ini tidak dapat hanya sekedar dengan menggunakan gambar sebagai alat peraga, melainkan harus dengan sesuatu yang bergerak (panggung boneka akan sangat membantu).
2.
Pra-operasional (usia 2-7 tahun)
Pada usia ini anak menjadi 'egosentris',
sehingga berkesan 'pelit', karena ia tidak bisa melihat dari sudut pandang
orang lain. Anak tersebut juga memiliki kecenderungan untuk meniru orang di
sekelilingnya. Meskipun pada saat berusia 6-7 tahun mereka sudah mulai mengerti
motivasi, namun mereka tidak mengerti cara berpikir yang sistematis - rumit. Dalam
menyampaikan cerita harus ada alat peraga.
3.
Operasional Kongkrit (usia 7-11 tahun)
Saat ini anak mulai meninggalkan
'egosentris'-nya dan dapat bermain dalam kelompok dengan aturan kelompok
(bekerja sama). Anak sudah dapat dimotivasi dan mengerti hal-hal yang
sistematis. Namun dalam menyampaikan berita Injil harus diperhatikan penggunaan
bahasa.
Misalnya: Analogi 'hidup kekal' - diangkat menjadi anak-anak Tuhan dengan konsep keluarga yang mampu mereka pahami.
Misalnya: Analogi 'hidup kekal' - diangkat menjadi anak-anak Tuhan dengan konsep keluarga yang mampu mereka pahami.
4.
Operasional Formal (usia 11 tahun ke atas)
Pengajaran pada anak pra-remaja ini menjadi
sedikit lebih mudah, karena mereka sudah mengerti konsep dan dapat berpikir,
baik secara konkrit maupun abstrak, sehingga tidak perlu menggunakan alat
peraga. Namun kesulitan baru yang dihadapi guru adalah harus menyediakan waktu
untuk dapat memahami pergumulan yang sedang mereka hadapi ketika memasuki usia
pubertas. Pada umumnya dalam perkembangan Emosional seorang anak terdapat empat
kunci utama emosi pada anak yaitu :
·
perasaan marah
perasaan ini akan muncul ketika anak terkadang merasa tidak nyaman
dengan lingkungannya atau ada sesuatu yang mengganggunya. Kemarahan pun akan
dikeluarkan anak ketika merasa lelah atau dalam keadaan sakit. Begitu punketika
kemauannya tidak diturutioleh orangtuanya, terkadang timbulrasa marah pada sianak.
·
perasaan takut
rasa takut ini di rasakan anak semenjak bayi. Ketika bayi mereka takut
akan suara-suara yang gaduh atau rebut. Ketika menginjak masa anak-anak,
perasaan takut mereka muncul apabila di sekelilingnya gelap. Mereka pun mulai
berfantasi dengan adanya hantu, monster dan mahluk-mahluk yang menyeramkan
lainnya.
·
perasaan gembira
perasaan gembira ini tentu saja muncul ketika anak merasa senang
akan sesuatu. Contohnya ketika anakdiberi hadiaholeh orang tuanya, ketika anak
juara dalam mengikuti suatu lomba, atau ketika anak dapat melakukan apa yang
diperintahkan orang tuanya. Banyak hal yang dapat membuat anak merasa gembira.
·
rasa humor
Tertawa merupakan hal yang sangat universal. Anak lebih banyak
tertawa di bandingkan orang dewasa. Anak akan tertawa ketika melihat sesuatu
yang lucu.
Keempat perasaan itu merupakan emosi negative
dan positif. Perasaan marah dan ketakutan merupakan sikap emosi yang negative
sedangkan perasaan gembira dan rasa lucu atau humor merupakan sikap emosi yang
positif.
Menurut Kohlberg Perkembangan moral (moral
development) berhubungan dengan peraturan-peraturan dan nilai-nilai mengenai
apa yang harus dilakukan seseorang dalam interaksinya dengan orang lain.
Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya
terdapat potensi yang siap untuk dikembangkan. Karena itu, melalui
pengalamannya berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara dan
teman sebaya), anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang
boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
2.3 Peranan keluarga
Keluarga adalah institusi pertama yang melakukan
pendidikan dan pembinaan terhadap anak (generasi). Disanalah pertama kali
dasar-dasar kepribadian anak dibangun. Anak dibimbing bagaimana ia mengenal
Penciptanya agar kelak ia hanya mengabdi kepada Sang Pencipta Allah SWT.
Demikian pula dengan pengajaran perilaku dan budi pekerti anak yang didapatkan
dari sikap keseharian orangtua ketika bergaul dengan mereka. Bagaimana ia
diajarkan untuk memilih kalimat-kalimat yang baik, sikap sopan santun, kasih
sayang terhadap saudara dan orang lain. Mereka diajarkan untuk memilih cara
yang benar ketika memenuhi kebutuhan hidup dan memilih barang halal yang akan
mereka gunakan. Kesimpulannya, potensi dasar untuk membentuk generasi
berkualitas dipersiapkan oleh keluarga.
Keluarga dalam hal ini adalah aktor yang sangat
menentukan terhadap masa depan perkembangan anak. Dari pihak keluarga
perkembangan pendidikan sudah dimulai semenjak masih dalam kandungan.
Anak yang belum lahir sebenarnya sudah bisa menangkap dan merespons apa-apa
yang dikerjakan oleh orang tuanya, terutama kaum ibu. Tidak heran
kemudian apabila anak yang dibesarkan dalam situasi dan kondisi yang kurang
membaik semasa masih dalam kandungan berpengaruh terhadap kecerdasan anak
ketika lahir. Dengan demikian, pihak keluarga sejatinya banyak mengetahui
perkembangan-perkembangan anak. Pada saat anak masih dalam kandungan, pihak
orang tua harus lebih memperbanyak perkataan, perbuatan, dan tindakan-tindakan
yang lebih edukatif.
Ketika anak itu sudah lahir, maka tantangan
terberat adalah bagaimana orang tua dapat mengasihi dan menyayangi anak sesuai
dengan dunianya. Poin yang kedua ini ketika anak-anak (usia bayi hingga dua
tahun) mempunyai tahap perkembangan yang cukup potensial. Anak-anak mempunyai
imajinasi dengan dunianya yang bisa membuahkan kreativitas dan produktivitas
pada masa depannya. Tapi, pada fase-fase tertentu banyak orang tua tidak
memberikan kebebasan untuk berekspresi, bermain, dan bertingkah laku sesuai
dengan imajinasinya. Banyak orang tua yang terjebak pada pembuatan peraturan
yang ketat. Ini memang tujuannya untuk kebaikan anak.
Pengekangan dan pengarahan menurut orang tua
tidak baik untuk memompa kecerdasan dan kreativitas anak. Bahkan, malah
berakibat sebaliknya, yakni anak-anak akan kehilangan dunianya sehingga daya
kreativitas anak dipasung dan dipaksa masuk dalam dunia orang tua. Paradigma
semacam inilah yang sejatinya diubah oleh pihak orang tua dalam proses pendidikan
anak usia dini. Menarik salah satu pernyataan seorang pujangga Lebanon, Kahlil
Gibran (1883). "Anak kita bukanlah kita, pun bukan orang lain. Ia adalah
ia. Dan hidup di zaman yang berbeda dengan kita. Karena itu, memerlukan sesuatu
yang lain dengan yang kita butuhkan. Kita hanya boleh memberi rambu-rambu
penentu jalan dan menemaninya ikut menyeberangi jalan. Kita bisa memberikan
kasih sayang, tapi bukan pendirian. Dan sungguh pun mereka bersamamu, tapi
bukan milikmu.
Pernyataan tersebut cukup tepat untuk mewakili
siapa sebenarnya anak-anak kita dan bagaimana seharusnya kita berbuat yang
terbaik untuknya. Untuk itu pernyataan di atas sejatinya dijadikan referensi
dalam memandang anak-anak oleh keluarga, terutama orang tua, yang ingin
menjadikan anaknya berkembang secara kreatif, dinamis, dan produktif. Keluarga
yang selama ini masih cenderung kaku dalam mendidik anaknya pada masa kecil
sejatinya diubah pada pola yang lebih bebas. Anak adalah dunia bermain. Dunia
anak adalah dunia di mana keliaran imajinasi terus mengalir deras. Anak sudah
mempunyai dunianya tersendiri yang beda dengan orang dewasa. Hanya dengan
kebebasan bukan pengerangkengan anak-anak akan bisa memfungsikan keliaran dan
kreativitasnya secara lebih produktif. Hanya dengan dunianya anak-anak akan
mampu mengaktualisasikan segenap potensi yang ada dalam dirinya.
Oleh karena begitu besarnya peranan orang tua
dalam perkembangan anak maka orang tua dituntut untuk dapat memahami pola-pola
perkembangan anak sehingga mereka dapat mengarahkan anak sesuai dengan masa
perkembangan anak tersebut. Selanjutnya orangtua berkewajiban untuk menciptakan
situasi dan kondisi yang memadai untuk menunjang perkembangan anak-anaknya.
Dengan tercapainya perkembangan anak kearah yang sempurna maka akan terciptanya
keluarga yang sejahtera. Menurut Siregar dalm makalahnya 2 agustus 1996 pada
seminar hari anak Indonesia di Bandung mengemukakan tentang keluarga sejahtera
yaitu bahwa keluarga sejahtera selalu didambakan setiap individu. Tujuan utama
dari keluarga sejahtera adalah keluarga hendaknya merupakan wadah pengembangan
anak seoptimal mungkin, sehingga mereka berkembang menjadi pribadi dewasa yang
penuh tanggung jawab dan matang dikemudian hari.
2.4 Menumbuhkan Kecerdasan Anak Usia Dini
Seorang anak yang baru lahir, ia masih berada
dalam keadaan lemah, naluri dan fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya belum
berkembang dengan sempurna. Namun secara pasti berangsur-angsur anak akan terus
belajar dengan lingkungannya yang baru dan dengan alat inderanya, baik itu melalui
pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan mapun pengecapan. Anak
berkemungkinan besar untuk berkembang dan menyesuaikan diri dengan lingkungan
sosialnya. Bahkan anak bisa meningkat pada taraf perkembangan tertinggi pada
usia kedewasaannya sehingga ia mampu tampil sebagai pionir dalam mengendalikan
alam sekitar. Hal ini karena anak memiliki potensi yang telah ada dalam
dirinya.
Hal yang dibutuhkan anak agar tumbuh menjadi
anak yang cerdas adalah adanya upaya-upaya pendidikan sepertiu terciptanya
lingkungan belajar yang kondusif, memotivasi anak untuk belajar, dan bimbingan
serta arahan kearah perkembangan yang optimal. Dengan begitu menumbuhkan
kecerdasan anak yaitu mengaktualisasikan potensi yang ada dalam diri anak.
Sebab jika potensi kecerdasannya tidak dibimbing dan diarahkan dengan
rangsangan-rangsangan intelektual, maka walaupun dia memiliki bakat jenius akan
tidak ada artinya sama sekali. Sebaliknya jika seorang anak yang memiliki
kecerdasan rata-rata atau normal bila didukung lingkungan yang kondusif maka ia
akan dapat tumbuh menjadi anak yang cerdas diatas rata-rata atau superior. Hal
ini berarti lingkungan memegang peranan penting bagi pendidikan anak selain
bakat yang telah dimiliki oleh anak itu sendiri.
2.5 Karakteristik Belajar Anak
Menurut konsep PAUD yang sebenarnya, anak-anak
seharusnya dikondisikan dalam suasana belajar aktif, kreatif, dan menyenangkan
lewat berbagai permainan. Dengan demikian, kebutuhannya akan rasa aman dan
nyaman tetap terpenuhi. Kalaupun kepada siswa SD kelas awal ingin diajarkan
konsep berhitung, contohnya, pilihlah sarana pembelajaran melalui nyanyian atau
cara lain yang mudah dipahami dan menyenangkan.
Hanya saja, meski sama-sama melalui cara yang
menyenangkan, tujuan pendidikan anak usia prasekolah berbeda dari pendidikan
anak usia sekolah dasar awal. Kalau pendidikan bagi anak usia prasekolah
bertujuan mengoptimalkan tumbuh kembang anak, maka konsep pendidikan di awal
sekolah dasar bertujuan mengarahkan anak agar dapat mengikuti tahapan-tahapan
pendidikan sesuai jenjangnya. Selain tentu saja untuk mengembangkan berbagai
kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan guna mengoptimalkan kecerdasannya.
Proses pembelajaran kepada anak harus sesuai
dengan konsep pendidikan anak usia dini. Mengajarkan konsep membaca dan berhitung,
contohnya, haruslah dengan cara yang menarik dan bisa dinikmati anak.
Yang tidak kalah penting, selama proses belajar, jadikan anak sebagai pusatnya
dan bukannya guru yang mendominasi kelas. Dalam pelaksanaannya, inilah yang
disebut CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Jadi bukannya "CBSA" yang
kerap diplesetkan sebagai "Catat Buku Sampai Abis".
Sementara pendidikan usia dini yang diberikan
dalam keluarga juga harus berpijak pada konsep PAUD. Artinya, pola asuh yang
diterapkan orang tua hendaknya cukup memberi kebebasan kepada anak untuk
mengembangkan aneka keterampilan dan kemandiriannya. Ingat, porsi waktu
terbesar yang dimiliki anak adalah bersama keluarganya dan bukan di sekolah.
2.6 Program Pendidikan Bagi Anak Usia Dini
Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1992 tentang
pendidikan pra-sekolah, pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa “bentuk satuan
pendidikan pra-sekolah meliputi Taman Kanak-kanak, Kelompok Bermain dan
Penitipan Anak serta bentuk lain yang diterapkan oleh Menteri.
Kelompok Bermain
Pendidikan dini bagi anak-anak usia pra-sekolah
(3-6 tahun) merupakan hal yang penting, karena pada usia ini merupakan masa
membentuk dasar-dasar kepribadian manusia, kemampuan berfikir, kecerdasan,
keterampilan serta kemandirian maupun kemampuan bersosialisasi. Pada dasarnya
dunia anak adalah dunia fundamental dari perkembangan manusia menuju manusia
dewasa yang sempurna. Disadari bahwa generasi merupakan generasi penerus yang
perlu dibina sejak dini, karenanya pembinaan sejak dini merupakan tanggung
jawab keluarga dan masyarakat. Pembinaan anak usia pra-sekolah terutama peranan
keluarga sangat menentukan.
Menurut Peraturan Pemerintah No 27 tahun 1990
tentang pendidikan pra-sekolah, Kelompok Bermain adalah salah satu bentuk usaha
kesejahteraan anak dengan mengutamakan kegiatan bermain, yang juga
menyelenggarakan pendidikan pra-sekolah bagi anak usia 3 tahun sampai memasuki
pendidikan dasar. Selama tahun pra-sekolah, taman kanak-kanak, pusat penitipan
anak-anak dan kelompok bermain semuanya menekankan permainan yang memakai
mainan. Akibatnya baik sendiri atau berkelompok mainan merupakan unsure yang
penting dari aktivitas bermain anak. Bermain dengan teman-teman sebayanya, anak
dirangsang dalam kemampuan mental seperti kecerdasan, kreativitas, kemampuan
sosial yang sangat bermanfaat pada masa kini dan masa yang akan datang.
Kegiatan bermain memiliki arti positif terhadap perkembangan sosial anak. Dengan
berman mereka lebih banyak mengenal benda-benda yang berguna bagi perkembangan
sosialnya. Hal ini dapat terlihat dengan mengenal benda seperti mobil dapat
mengembangkan rasa sosial anak dimana benda tersebut dapat membantu orang lain pergi
kesuatu tempat tertentu. Secara lebih jauh dapat dilihat dengan adanya
perkembangan teknologi menunjukan makin menariknya teknis dan permainan
elektronik bagi anak yang ditunjang oleh situasi dan kondisi dimana anak-anak
sulit mendapat teman sebaya untuk bersosialisasi sehingga anak dapat menonton
atau bermain sendiri tanpa memerlukan orang lain.
BAB III
KESIMPULAN
Seorang anak yang baru lahir, ia masih berada
dalam keadaan lemah, naluri dan fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya belum
berkembang dengan sempurna. Hal yang dibutuhkan anak agar tumbuh menjadi anak
yang cerdas adalah adanya upaya-upaya pendidikan sepertiu terciptanya
lingkungan belajar yang kondusif, memotivasi anak untuk belajar, dan bimbingan
serta arahan kearah perkembangan yang optimal. Dengan begitu menumbuhkan
kecerdasan anak yaitu mengaktualisasikan potensi yang ada dalam diri anak.
Masa usia dini merupakan Periode emas yang
merupakan periode kritis bagi anak, dimana perkembangan yang diperoleh pada
periode ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan periode berikutnya hingga
masa dewasa. Sementara masa emas ini hanya datang sekali, sehingga apabila
terlewat berarti habislah peluangnya. Untuk itu pendidikan untuk usia
dini dalam bentuk pemberian rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari
lingkungan terdekat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu
bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke
arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar),
kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual),
sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai
dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Ditinjau dari psikologi perkembangan, usia 6-8
tahun memang masih berada dalam rentang usia 0-8 tahun. Itu berarti pendidikan
yang diberikan dalam keluarga maupun di lembaga pendidikan formal haruslah
kental dengan nuansa pendidikan anak usia dini, yakni dengan mengutamakan
konsep belajar melalui bermain.
DAFTAR PUSTAKA
M. Taqiyuddin. (2005). Pendidikan Untuk semua (Dasar dan
Falsafah Pendidikan Luar Sekolah). Cirebon: STAIN Cirebon Press.
Purwanto. Ngalim. (2006). Ilmu pendidikan teoretis dan praktis.
Bandung: Rosda
Tilaar. (1992). Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung:
Rosda
Latif, Abdul. (2007). Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan.
Bandung: Reflika Aditama
Nurihsan, Juntika, 2007. Perkembangan Peserta Didik,
Bandung : Sekolah Pasca Sarjana UPI
http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_anak_usia_dini
http://qeeasyifa.multiply.com/journal/item/61/MEMAHAMI_PENDIDIKAN_ANAK_USIA_DINI
http://www.tabloid-nakita.com/artikel2.php3?edisi=07327&rubrik=topas
http://eldiina.com/index.php?option=com_content&task=view&id=29&Itemid=1
www.akhmadsudrajat.wordpress.com
Malioboro
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Jalan Malioboro adalah nama salah satu jalan dari tiga jalan di Kota Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan Kantor Pos Yogyakarta. Secara keseluruhan terdiri dari Jalan Pangeran Mangkubumi, Jalan Malioboro dan Jalan Jend. A. Yani. Jalan ini merupakan poros Garis Imajiner Kraton Yogyakarta.
Terdapat beberapa obyek bersejarah di kawasan tiga jalan ini antara lain Tugu Yogyakarta, Stasiun Tugu, Gedung Agung, Pasar Beringharjo, Benteng Vredeburg dan Monumen Serangan Oemoem 1 Maret.
Jalan Malioboro sangat terkenal dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan kerajinan khas jogja dan warung-warung lesehan di malam hari yang menjual makanan gudeg khas jogja serta terkenal sebagai tempat berkumpulnya para Seniman-seniman-seniman yang sering mengekpresikan kemampuan mereka seperti bermain musik, melukis, hapening art, pantomim dan lain-lain disepanjang jalan ini.
Langganan:
Postingan (Atom)